Pemboran merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam suatu operasi
peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat sejumlah lubang ledak
yang nantinya akan diisi dengan sejumlah bahan peledak untuk diledakkan. Bukan
hanya untuk pembuatan lubang ledak tetapi pemboran memiliki fungsi lain seperti
pengumupulan data sebaran cadangan. Karena pentingnya kegiatan pemboran maka
perlu adanya materi yang menjelaskan tetang pemboran serta segala sesuatu yang
ada di dalam kegiatan pemboran secara terperinci sebagai bahan pembantu atau
penuntun dalam melakukan kegiatan pemboran.
Pemboran geotek
adalah untuk menentukan karakteristik tanah dan batuan, dalam beberapa hal
digunakan untuk memperoleh informasi tentang kondisi alami dan posisi muka air
tanah. Pemboran kontruksi adalah untuk menetukan batas antara batuan dasar (base meaf) dan batuan diatas yang
umumnya sudah mengalami deformasi pelapukan. Sistem pemboran berdasarkan dengan tingkat keterapannya dibagi
menjadi 8 (delapan) macam yaitu :
1. Mekanik :
Perkusif, Rotari, Rotari-Perkusif
2. Termal : Pembakaran, Plasma, Cairan Panas,
Pembekuan
3. Hidroulik : Pancar (Jet), Erosi, Cavitasi
4. Sonik : Vibrasi Frekuensi Tinggi
5. Kimiawi : Microblast, Disolusi
6. Elektrik : Elektric Arc,
Induksi Magnetis
7. Seismik : Sinar Laser
8. Nuklir : Fusi, Fisi
Meskipun banyak sistem pemboran yang dapat dipilih, kegiatan pemboran untuk
penyediaan lubang ledak pada saat ini umumnya dilakukan dengan mesin sistem
mekanik (perkusif, rotari, dan rotari-perkusif) dengan berbagai ukuran dan
kemampuan, tergantung pada kapasitas produksi yang diinginkan yang didasarkan
pula pada pertimbangan teknik dan ekonomi, sistem pemboran secara mekanik lebih
applicable dari pada sistem pemboran
yang lain. Oleh sebab itu maka sangat penting untuk mengetahui produktivitas
alat bor untuk pembuatan lubang ledak untuk masing-masing jenis batuan,sehingga
di peroleh hasil yang maksimal dalam proses produksi. Pemboran memiliki
banyak fungsi antara lain explorasi tubuh bijih, informasi stratigrafi, survey
seismik (pembacaan gelombang pada batuan), verifikasi interpretasi geofisika
dan geokimia, kontrol kadar bijih, perhitungan cadangan bijih, dan deskripsi
tubuh bijih (penyebaran, bentuk, butir dll).
Sifat batuan yang berpengaruh pada
penetrasi dan sebagai konsekuensi pada pemilihan metode pemboran yaitu :
kekerasan, kekuatan, elastisitas, plastisitas, abrasivitas, tekstur, struktur,
dan karakteristik pembongkaran.
·
Kekerasan
Kekerasan adalah daya tahan permukaan
batuan terhadap goresan. Batuan yang keras akan memerlukan energy yang besar
untuk menghancurkanya. Pada umumnya batuan yang keras mempunyai kekuatan yang
besar pula. Kekerasan batuan diklasifikasikan dengan skala Fredrich Van Mohs
(1882).
·
Kekuatan (strength)
Kekuatan mekanik suatu batuan merupakan
daya tahan batuan terhadap gaya dari luar, baik bersifat static maupun dinamik.
Kekuatan batuan dipengaruhi oleh komposisi mineralnya, terutama kandungan
kuarsa. Batuan yang kuat memerlukan energi yang besar untuk menghancurkanya.
·
Bobot isi / Berat jenis
Bobot isi (density) batuan merupakan berat batuan per satuan volume.
Batuan dengan bobot isi yang besar
untuk membongkarnya memerlukan energi yang besar
pula.
·
Kecepatan Rambat Gelombang Seismik
Batuan yang masif mempunyai kecepatan
rambat gelombang yang besar. Pada umumnya batuan yang mempunyai kecepatan
rambat gelombang yang besar akan mempunyai bobotisi dan kekuatan yang besar
pula sehingga sangat mempengaruhi pemboran.
·
Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan yang dapat
digores oleh batuan lain yang lebih keras. Sifat ini dipengaruhi oleh kekerasan
butiran batuan, bentuk butir, ukuran butir, porositas batuan, dan sifat
heterogenitas batuan.
·
Tekstur
Tekstur batuan dipengaruhi oleh struktur
butiran mineral yang menyusun batuan tersebut. Ukuran butir mempunyai pengaruh
yang sama dengan bentuk batuan, porositas batuan, dan sifat-sifat batuan
lainya. Semua aspek ini berpengaruh dalam keberhasilan operasi pemboran.
·
Elastisitas
Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan
modulus elastisitas atau modulus Young (E). Modulus elastisitas batuan
bergantung pada komposisi mineral dan porositasnya. Umumnya batuan dengan
elastisitas yang tinggi memerlukan energi yang besar untuk menghancurkannya.
·
Plastisitas
Plastisitas batuan merupakan perilaku
batuan yang menyebabkan deformasi permanen setelah tegangan dikembalikan ke
kondisi awal, dimana batuan tersebut belum hancur. Sifat ini sangat dipengaruhi
oleh komposisi mineral penyusunya, terutama kuarsa. Batuan yang plastisitasnya
tinggi memerlukan energi yang besar untuk menghancurkannya.
·
Struktur Geologi
Struktur geologi seperti sesar, kekar, dan
bidang perlapisan akan berpengaruh terhadap peledakan batuan. Adanya
rekaha-rekahan dan rongga-rongga di dalam massa batuan akan menyebabkan
terganggunya perambatan gelombang energy akibat peledakan. Namun adanya
rekahan-rekahan tersebut juga sangat menguntungkan untuk mengetahui bidang
lemahnya, sehingga pemboran akan dilakukan berlawanan arah dengan bidang
lemahnya.
Drilabilitas batuan adalah
kecepatan penetrasi rata-rata mata bor terhadap batuan. Nilai drilabilitas ini
diperoleh dari hasil pengujian terhadap toughness berbagai tipe batuan oleh sievers dan furby. hasil pengujian mereka memperlihatkan kesamaan nilai penetration
speed dan net penetration rate untuk tipe batuan yang sejenis. Baik buruknya hasil peledakan
akan sangat ditentukan oleh mutu lubang bor. “Mutu” lubang bor dalam hal ini
ditinjau dari segi keteraturan tata letak lobang bor, penyimpangan arah dan
sudut pemboran, dan kedalaman dan kebersihan lobang bor.
Alat yang sudah
lama digunakan biasanya dalam kegiatan pemboran, kemampuan mesin bor akan
menurun sehingga sangat berpengaruh pada kecepatan pemboran. Umur mata bor dan
batang bor ditentukan oleh meter kedalaman yang dicapai dalam melakukan
pemboran. Untuk menilai kondisi suatu alat dapat dilakukan dengan mengetahui
empat tingkat ketersediaan alat, yaitu:
·
Ketersediaan Mekanik (Mechanical
Availability, MA)
Ketersediaan mekanik
adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi mekanik yang sesungguhnya dari alat
yang digunakan. Kesediaan mekanik (MA) menunjukkan ketersediaan alat secara
nyata karena adanya waktu akibat masalah mekanik. Persamaan dari ketersediaan
mekanik adalah
MA = W x R 100%
Keterangan:
W = Jumlah jam kerja alat, yaitu
waktu yang dipergunakan oleh operator untuk
melakukan kegiatan pemboran.
R =
Jumlah jam perbaikan, yaitu waktu yang dipergunakan untuk perbaikan dan waktu yang hilang akibat menunggu saat perbaikan
termasuk juga waktu penyediaan suku cadang
serta waktu perawatan.
·
Ketersediaan Fisik (Physical
Availability, PA)
Ketersediaan fisik menunjukkan kesiapan
alat untuk beroperasi didalam seluruh waktu kerja yang tersedia. Persamaan dari
ketersediaan fisik adalah :
PA = S x (W+R+S) x 100%
Keterangan:
S = Jumlah jam siap yaitu jumlah jam alat yang
tidak dipergunakan padahal alat
tersebut siap beroperasi.
(W+R+S) = Jumlah jam tersedia, yaitu jumlah seluruh jam
jalan atau jumlah jam kerja yang tersedia
dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi.
Keteraturan tata letak lobang bor. Tujuan pemboran adalah
untuk meletakkan bahan peledak pada posisi (tempat) yang sudah direncanakan.
Setiap bantuan akan memberi reaksi (respon) yang berbeda terhadap peledakan. Reaksi ini bervariasi sangat luas dan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya : Perlapisan, Struktur geologi alamiah dan lain-lain yang selalu berobah dari titik ke titik. Tidaklah mungkin untuk menyusun suatu pola peledakan yang dapat mengakomodasi semua variasi itu. Untuk itu, didalam prakteknya, lobang-lobang bor dirancang dengan pola yang teratur, sedemikian rupa sehingga bahan peledak dapat terdistribusi secara merata dan dengan demikian, setiap kolom bahan peledak akan mempunyai beban yang sama.
Setiap bantuan akan memberi reaksi (respon) yang berbeda terhadap peledakan. Reaksi ini bervariasi sangat luas dan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya : Perlapisan, Struktur geologi alamiah dan lain-lain yang selalu berobah dari titik ke titik. Tidaklah mungkin untuk menyusun suatu pola peledakan yang dapat mengakomodasi semua variasi itu. Untuk itu, didalam prakteknya, lobang-lobang bor dirancang dengan pola yang teratur, sedemikian rupa sehingga bahan peledak dapat terdistribusi secara merata dan dengan demikian, setiap kolom bahan peledak akan mempunyai beban yang sama.
Penyimpangan
arah dan sudut pemboran. Hal ini perlu dicermati terutama pada pemboran miring
. Pada pemboran miring maka posisi alat bor akan sangat menentukan. Walaupun
tata letak lobang bor dipermukaan sudah sempurna, namun bila posisi alat bor
tidak benar-benar sejajar dengan posisi alat bor pada lobang sebelumnya maka
dasar (ujung) lobang bor akan menjadi tidak teratur. Hal yang sama akan
dihasilkan bila sudut kemiringan batang bor juga tidak sama. Penyimpangan arah
dan sudut pemboran dipengaruhi oleh struktur batuan, keteguhan (stiff ness) batang bor, kesalahan collaring (awal pemboran) kesalahan
posisi alat bor.
Kedalaman
dan kebersihan lobang.Lantai (permukaan) bor biasanya tidak rata dan datar
sehingga kedalaman lobang bor juga tidak akan seluruhnya sama. Untuk itu area
yang akan dibor sebaiknya disurvey dulu agar kedalaman masing-masing lobang bor
dapat ditentukan. Pola pemboran tambang terbuka umumnya dapat digolongkan atas
dua bagian besar yaitu rectangular
(persegi), staggered (selang seling).
·
Rectangular
Pada pola rectangular, lobang ditata sedemikian rupa sehingga setiap lobang berada tepat berada dibelakang lobang pada row sebelumnya.
Rectangular
Pada pola rectangular, lobang ditata sedemikian rupa sehingga setiap lobang berada tepat berada dibelakang lobang pada row sebelumnya.
Gambar 3.1
Pola Rectanguler
·
Staggered
Pada pola staggered, setiap lobang ditempatkan diantara dua lobang pada row sebelumnya. Pola ini merupakan pola yang sangat baik dalam hal distribusi bahan peledak.
Pada pola staggered, setiap lobang ditempatkan diantara dua lobang pada row sebelumnya. Pola ini merupakan pola yang sangat baik dalam hal distribusi bahan peledak.
Gambar 3.2
Pola Staggered
Pemboran
lobang ledak dilakukan secara tegak atau menyudut / miring (terhadap horizon).
Masing-masing lobang bor ini mempunyai keuntungan dan kerugian. Ditinjau dari
segi peledakan maka lobang miring mempunyai beberapa keunggulan dari lobang tegak
diantaranya : tumpukan material lebih baik (tidak menyebar), back break akan
berkurang, ground vibration lebih kecil, biaya peledakan akan lebih murah karena
burdennya lebih besar. Kelemahan terbesar dari pemboran miring adalah
kemungkinan terjadi penyimpangan arah dan sudut pemboran sangat besar. Semakin
tinggi jenjangnya maka penyimpangan yang terjadi akan lebih besar.
Pemilihan diameter lubang bor
tergantung pada tingkat produksi yang diinginkan. Dengan lubang bor yang lebih
besar, lebih besar pula tingkat produksi yang dihasilkan. Untuk kontrol desain
dengan hasil fragmentasi yang bagus, menurut pengalaman, diameter lubang bor
harus berkisar antar 0,5 – 1% dari tinggi jenjang.
D = 5 – 10 K
Dimana : d =
diameter lubang bor (mm)
K = tinggi jenjang (m)
Pemakaian lubang bor kecil pada
kondisi batuan yang sangat berjoint akan menghasilkan fragmentasi yang baik
dari pada lubang bor yang besar. Pada permukaan tiap-tiap joint terdapat
reflaksi gelombang ledak yang dihasilkan oleh proses peledakan, karena bisa
berfungsi sebagai free face.
Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh
peralatan lubang bor dan alat muat yang tersedia. Ketinggian jenjang
disesuaikan dengan kemampuan alat bor dan diameter lubang. Lebih tepatnya,
jenjang yang rendah dipakai diameter lubang kecil, sedangkan diameter bor besar
untuk jenjang yang tinggi (gambar 3.3) memberikan ilustrasi tentang beberapa
faktor dalam penentuan tinggi jenjang sehubungan dengan diameter lubang bor.
Gambar 3.3
Hubungan Diameter Lubang Bor dengan
Ketinggian Jenjang
Secara praktis hubungan diantara lubang bor dengan
ketinggian jenjang dapat diformulasikan sbb :
K = 0.1 – 0.2 d
Dimana : K = Tinggi Jenjang (m)
d = diameter Lubang Bor (mm)
Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam pemboran yaitu
burden, spasing, subdrilling, dan stemming :
·
Burden (B)
Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor ke
bidang bebas (free face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan. Peledakan
dengan jumlah baris (row) yang banyak, true burden tergantung penggunaan bentuk
pola peledakan yang digunakan. Bila peledakan digunakan delay detonator dari
tiap-tiap baris delay yang berdekatan akan menghasilkan free face yang baru.
Burden merupakan variabel yang sangat penting dan dalam
mendesain peledakan. Dengan jenis bahan peledak yang dipakai dan batuan yang
dihadapi, terdapat jarak maksimum burden agar peledakan sukses (Gambar 3.4) memberikan ilustrasi efek variasi jarak dengan jumlah
bahan peledak formasi yang sama. Jarak burden juga sangat erat hubungannya
dengan besar kecilnya diameter lubang bor yang digunakan. Secara garis besar
jarak burden optimum biasanya terletak diantara 25 – 40 diameter lubang, atau
B = 25 – 40 d
Dimana : B = Burden (mm)
d = Diamater Lubang Bor (mm)
·
Spasing
(S)
Spasing adalah jarak diantara lubang tembak dalam suatu
row. Spasing merupakan fungsi dari pada burden dan dihitung setelah burden ditetapkan
terlebih dahulu. Secara teoritis, optimum spasing (S) berkisar antar 1,1 – 1,4
burden (B) atau :
S = 1,1 – 1,8 B
Jika spacing lebih kecil dari pada burden cenderung
mengakibatkan steaming ejection yang lebih dini. Akibatnya gas hasil ledakan dihamburkan
ke atmosfer dibarengi dengan noise dan air blast. Sebaliknya jika spacing
terlalu besar diantara lubang tembak fragmentasi yang dihasilkan tidak
sempurna. Biasanya rata-rata S = 1,25 B.
·
Subdrilling
(J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari pada lubang bor dibawah rencana lantai
jenjang. Subdrilling perlu untuk
menghindari problem tonjolan pada
lantai, karena dibagian ini merupakan tempat yang paling sukar diledakkan.
Dengan demikian, gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai dasar jenjang
akan bekerja secara maksimum. Bila subdrilling
berlebih akan menghasilkan excessive
ground vibration. Bila subdrilling tidak cukup dapat mengakibatkan problem tonjolan pada lantai. Secara
praktis subdrilling (J) dibuat antara
20 – 40% burden (B)
J = (0,2 – 0,4) X B
·
Stemming
(S)
Stemming adalah tempat material penuntup di dalam lubang bor
diatas. Kolom isian, bahan peledak. Stemming
berfungsi untuk mengurung gas ledakan. Ukuran stemming (S) yang diperlukan tergantung jarak burden (B) dan biasanya dibuat :